Tampilkan postingan dengan label Pembelajaran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pembelajaran. Tampilkan semua postingan

Selasa, 22 Desember 2009

Inkuiri Sosial dalam Pembelajaran IPS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses pembelajaran IPS di sekolah selama ini lebih ditekankan kepada penguasaan materi sebanyak mungkin sehingga proses belajar bersifat kaku dan terpusat pada satu arah, tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar lebih aktif dengan melakukan eksplorasi terhadap materi yang diajarkan. Kegiatan belajar lebih ditandai dengan budaya hafalan daripada berpikir, akibatnya siswa menganggap materi pelajaran IPS hanya untuk dihafalkan. Kenyataan ini menyebabkan siswa tidak mampu menerapkan konsep dasar dari materi IPS dalam kondisi kehidupan mereka. Pembelajaran IPS di sekolah dipengaruhi oleh kebutuhan untuk memperoleh hasil evaluasi akhir yang memuaskan. Hal ini bukan saja berdampak pada perilaku siswa yang semata-mata mempelajari IPS dengan menghafal saja, tetapi juga pada metode pengajaran guru, kebijakan pimpinan sekolah, dan harapan orang tua terhadap hasil akhir yang dinilai secara kuantitatif saja. Dalam kondisi seperti ini strategi pembelajaran yang digunakan yaitu expository, biasanya hanya berupa ceramah yang berjalan satu arah (pendekatan teacher center) dan menekankan pada penguasaan materi sebanyak-banyaknya.
Pembelajaran IPS pada dasarnya berfungsi mengembangkan pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan sosial siswa untuk dapat menelaah kehidupan sosial yang dihadapi sehari-hari serta menumbuhkan rasa bangga dan cinta terhadap perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lalu hingga masa kini. Sedangkan tujuannya adalah agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan nilai dan sikap serta keterampilan sosial yang berguna bagi dirinya, mengembangkan pemahaman tentang pertumbuhan masyarakat Indonesia masa lampau hingga kini sehingga siswa bangga sebagai bangsa Indonesia (Isjoni, 2007:8). Pendidikan IPS disekolah diberikan atas dasar pemikiran bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia lainnya, bersama individu atau manusia lainnya mereka mengembangkan hidupnya sebagai kekuatan sosial.
Bertolak dari fungsi dan tujuan pengajaran IPS tersebut, maka peran IPS adalah menggariskan komitmen untuk melakukan proses pembangunan karakter bangsa. Konsekuensinya dalam melaksanakan proses pembelajaran harus membantu siswa mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk menghadapi lingkungan hidupnya, baik fisik maupun sosial budaya di mana mereka hidup. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan kombinasi antar komponen pembelajaran baik itu guru, siswa, model pembelajaran, sarana, dan lain sebagainya. Kemampuan guru dalam mengembangkan materi pelajaran IPS dan menentukan strategi pembelajaran serta sistem evaluasinya merupakan hal yang sangat penting agar materi pelajaran IPS dapat menarik, tidak membosankan, menyenangkan, dan mudah diterima oleh siswa. Untuk itu, guru IPS khususnya di SMP harus dapat mendesain kondisi (strategi) pembelajaran yang demokratif-kreatif, di mana siswa terlibat langsung sebagai subjek maupun objek pembelajaran atau dalam artian strategi pembelajaran yang digunakan guru haruslah memiliki kadar keterlibatan siswa setinggi mungkin sehingga hasil belajar dapat dicapai secara optimal.
Inkuiri sosial merupakan salah satu strategi pembelajaran yang cocok dengan pembelajaran IPS, dimana strategi tersebut membantu siswa untuk berfikir kritis dan kreatif sesuai dengan tujuan pembelajaran IPS. Ditinjau dari segi ilmu pengetahuan khususnya mengenai prinsip-prinsip penelitian ilmiah, strategi inkuiri sosial sangat cocok untuk penelaahan gejala-gejala sosial. Inkuiri adalah proses pemecahan masalah melalui langkah-langkah yang sistematis dan logis, sedangkan inkuiri sosial adalah strategi belajar yang menekankan kepada pengalaman siswa untuk memecahkan masalah sosial melalui langkah-langkah dan prosedur pemecahan masalah (Isjoni, 2007:101).

B. Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan strategi pembelajaran ?
2. Bagaimana karakteristik strategi pembelajaran inkuiri sosial ?
3. Apakah yang dimaksud dengan IPS ?
4. Bagaimana implementasi strategi pembelajaran inkuiri sosial dalam pembelajaran IPS ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dengan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian dari strategi pembelajaran
2. Mengetahui karakteristik dari strategi pembelajaran inkuiri sosial
3. Mengetahui pengertian dan ruang lingkup IPS
4. Mengetahui implementasi strategi pembelajaran inkuiri sosial dalam pembelajaran IPS

BAB II
PEMBAHASAN

A. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran merupakan salah satu komponen penting yang harus dikuasai oleh guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai rencana dan cara-cara membawakan pengajaran agar segala prinsip dasar dapat terlaksana dan segala tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif (Gulo, 2008:3). Cara-cara membawakan pengajaran itu merupakan pola dan urutan umum perbuatan guru dan murid dalam perwujudan kegiatan pembelajaran.
Menurut Wena (2009:2) strategi pembelajaran berarti cara dan seni untuk menggunakan semua sumber belajar dalam upaya membelajarkan siswa. Sebagai suatu cara, strategi pembelajaran dikembangkan dengan kaidah-kaidah tertentu sehingga membentuk suatu bidang pengetahuan tersendiri. Sedangkan sebagai suatu seni, strategi pembelajaran kadang-kadang secara implisit dimiliki oleh seseorang tanpa pernah belajar secara formal tentang ilmu strategi pembelajaran.
Strategi pembelajaran digunakan untuk mempermudah proses pembelajaran sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Dalam Strategi Pembelajaran (2006:124), Sanjaya mengartikan strategi pembelajaran sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dari pengertian tersebut, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran, selain itu strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu, sebelum menentukan strategi, perlu merumuskan tujuan yang jelas dan dapat diukur keberhasilannya.
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu exposition-discovery learning atau strategi penyampaian penemuan dan group-individual learning atau strategi pembelajaran individual (Rowntree dalam Wina Sanjaya, 2006:126).

B. Strategi Pembelajaran Inkuiri Sosial
Pada awalnya strategi pembelajaran inkuiri banyak diterapkan dalam ilmu-ilmu alam. Namun, para ahli pendidikan ilmu sosial yaitu Massialas dan Cox (Wena, 2009:81) mengadopsi dan mengembangkan strategi inkuiri yang dinamakan inkuiri sosial. Strategi pembelajaran inkuiri sosial pada dasarnya tidak berbeda dengan strategi pembelajaran inkuiri, perbedaannya hanya terletak pada masalah yang dikaji yaitu masalah-masalah sosial atau masalah kehidupan masyarakat. Strategi pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang bersumber pada interaksi sosial yang bertujuan memecahkan masalah sosial melalui penyelidikan akademik dan pemecahan masalah secara logis (Joice & Weil, 2000). Pemilihan strategi pembelajaran inkuiri sosial untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran sosial disebabkan oleh :
a) Strategi ini khusus dirancang untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah-masalah sosial
b) Beberapa hasil penelitian (dalam joice&Weil, 1992) menunjukkan bahwa strategi ini terbukti efektif meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah-masalah sosial
c) Strategi ini merupakan sinkronisasi antara teori mengajar dan teori belajar yang memiliki prosedur yang sistematis dan mudah diterapkan oleh pengajar (Wena, 2009:81).

Strategi pembelajaran inkuiri sosial didasarkan pada asumsi pentingnya pembelajaran IPS pada masyarakat yang semakin cepat berubah, seperti yang dikemukakan Robert A.Wilkins (dalam Sanjaya, 2006:203) bahwa dalam kehidupan masyarakat yang terus menerus mengalami perubahan, pembelajaran IPS harus menekankan kepada pengembangan berfikir. Terjadinya ledakan pengetahuan, menurutnya menuntut perubahan pembelajaran dari yang hanya sekedar mengingat fakta menjadi pengembangan kemampuan berpikir kritis.

a) Pengertian strategi pembelajaran inkuiri sosial
Inkuiri dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan atau pemeriksaan, penyelidikan. Gulo (2008:84) menyatakan startegi inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Menurut Joyce and weil (2000) Inkuiri adalah proses pemecahan masalah melalui langkah-langkah yang sistematis dan logis, yaitu perumusan masalah, perumusan hipotesa, pengumpulan data, pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan. Sedangkan Inkuiri sosial adalah model pembelajaran yang menekankan kepada pengalaman siswa untuk memecahkan masalah sosial melalui langkah-langkah dan prosedur pemecahan masalah.
Menurut Bruce Joyce (2000), inkuiri sosial merupakan strategi pembelajaran dari kelompok sosial subkelompok konsep masyarakat. Subkelompok ini didasarkan pada asumsi bahwa metode pendidikan bertujuan untuk mengembangkan anggota masyarakat ideal yang dapat hidup dan dapat mempertinggi kualitas kehidupan masyarakat. Oleh karena itu siswa harus diberi pengalaman yang memadai bagaimana caranya memecahkan persoalan-persoalan yang muncul di masyarakat. Melalui pengalaman itulah setiap individu akan dapat membangun pengetahuan yang berguna bagi diri dan masyarakatnya.
Beyer (1971:6) menyatakan inkuiri dalam pembelajaran IPS merupakan mencari pemahaman tentang suatu masalah dimana dalam kegiatan tersebut memerlukan suatu peranan khusus dari kemampuan intelektual untuk memahami dan membuat kesimpulan dari penyelidikan. Ada tiga karakteristik pengembangan model inkuiri sosial dalam pembelajaran (Massialas dalam Isjoni,2007) yaitu :
a) Adanya aspek (masalah) sosial dalam kelas yang dianggap penting dan dapat mendorong terciptanya diskusi kelas
b) Adanya rumusan hipotesis sebagai fokus untuk inkuiri
c) Penggunaan fakta sebagai pengujian hipotesis

Dari pendapat-pendapat ahli mengenai pengertian strategi pembelajaran inkuiri sosial dapat ditarik kesimpulan bahwa inkuiri sosial pada hakekatnya merupakan strategi pembelajaran yang berpusat kepada pengalaman siswa yang menekankan kepada proses pemecahan masalah sosial melalui pengujian hipotesis yang didasarkan kepada fakta. Hal ini berarti dengan inkuiri sosial siswa di tuntut untuk mencari dan menemukan jawaban atau kesimpulan dari pertanyaan yang dipermasalahkan.
Hakikat tersebut sesuai dengan pendapat Clark (dalam Isjoni, 2007) yang lebih memandang inkuiri sosial sebagai suatu metode mengajar “Teaching by inquiry method is teaching in which pupils find answer and draw conclusions for themselves”. Atas dasar hakikat di atas, maka tujuan penggunaan inkuiri sosial adalah untuk mengembangkan kemampuan intelektual melalui proses berpikir. Sedangkan menurut Alma (2008:110) strategi pembelajaran inkuiri sosial berfungsi mengembangkan kemampuan siswa untuk memikirkan secara sungguh-sungguh dan terarah dan merefleksikan hakikat sosial kehidupan khususnya kehidupan siswa sendiri dan arah kehidupan masyarakat dalam upaya memecahkan masalah sosial.

b) Prinsip-prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri Sosial
Strategi pembelajaran inkuiri sosial merupakan strategi yang menekankan kepada pengembangan anak. Perkembangan mental (intelektual) menurut Piaget (dalam Sanjaya, 2006: 196) dipengaruhi oleh:
a. Maturation (kematangan) adalah proses perubahan fisiologis dan anatomis, yaitu proses pertumbuhan fisik, yang meliputi pertumbuhan tubuh, pertumbuhan otak, dan pertumbuhan sistem saraf.
b. physical experience (tindakan pisik) adalah tindakan-tindakan fisik yang dilakukan individu terhadap benda-benda yang ada di lingkungan sekitarnya.
c. social experience (tindakan sosial) adalah aktivitas dalam berhubungan dengan orang lain. Ada dua aspek pengalaman sosial yang dapat membantu perkembangan intelektual. Pertama, pengalaman sosial akan dapat mengembangkan kemampuan berbahasa. Dan kedua, melalui pengalaman sosial anak akan mengurangi egosentriknya.
d. equilibration (proses penyesuaian) adalah proses penyesuaian antara pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan baru yang ditemukannya.

Sehingga dalam penggunaan strategi pembelajaran inkuiri sosial terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh guru yaitu :
a) Berorientasi pada pengembangan intelektual
Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses pembelajaran. Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan strategi inkuiri bukan ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu. Kata ”sesuatu” berarti gagasan yang dapat ditemukan.
b) Prinsip interaksi
Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka.
c) Prinsip bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi pembelajaran inkuiri adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Peranan bertanya dalam kegiatan pembelajaran (Gulo, 2008:102) ialah
 Melengkapi kemampuan berceramah
 Mengubah kemampuan berceramah
 Meningkatkan kadar Cara Belajar Siswa Aktif
 Sikap inkuiri bertitik tolak pada bertanya
 Mengubah persepsi yang keliru terhadap bertanya
Sedangkan kegiatan bertanya berfungsi untuk :
 Mengembangkan minat dan keingintahuan
 Memusatkan perhatian pada pokok masalah
 Mendiagnosis kesulitan belajar
 Meningkatkan kadar Cara Belajar Siswa Aktif
 Kemampuan memahami informasi
 Kemampuan mengemukakan pendapat
 Mengukur hasil belajar
Bertanya sebagai alat untuk mengembangkan pengetahuan dapat dibagi menjadi dua kelompok (Gulo, 2008:103) yaitu
 Bertanya dasar, bertanya untuk mengembangkan kemampuan berpikir dasar. Dimana dengan prinsip jelas-singkat, acuan, pemusatan, giliran (horizontal), penyebaran, waktu berpikir dan tuntunan
 Bertanya lanjutan, bertanya untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif-inovatif.
Sedangkan menurut Banks (1990:123) ada beberapa jenis pertanyaan tingkat tinggi yaitu :
 Pertanyaan pengetahuan
 Pertanyaan menyeluruh
 Pertanyaan penerapan
 Pertanyaan analisis
 Pertanyaan sintesis
 Pertanyaan evaluasi dan
 Pertanyaan kreatif dan divergen
d) Prinsip belajar untuk berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Belajar yang hanya cenderung memanfaatkan otak kiri, misalnya dengan memaksa anak untuk berpikir logis dan rasional, akan membuat anak dalam posisi ”kering dan hampa”. Oleh karena itu, belajar berpikir logis dan rasional perlu didukung oleh pergerakan otak kanan, misalnya dengan memasukkan unsur-unsur yang dapat mempengaruhi emosi. Menurut Gulo (2008:87) untuk mengenal berbagai cara berpikir siswa, terutama dalam mereka berinkuiri, perlu kita kenal beberapa cara berpikir pada umumnya yaitu :
 Berpikir urutan
 Berpikir bertentangan
 Berpikir asosiasi
 Berpikir kausalitas
 Berpikir konsentris
 Berpikir konvergen
 Berpikir divergen
 Berpikir silogisme
e) Prinsip keterbukaan
Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi oleh sebab itu, anak perlu diberi kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.
c) Komponen Inkuiri Sosial
Inkuiri sosial memiliki beberapa komponen yaitu sebagai berikut (Beyer, 1971: 14) :
a. Pengetahuan, merupakan sesuatu yang harus kita ketahui sehubungan dengan pencapaian penyelidikan yang berhasil. Mengetahui pengetahuan asli dapat digunakan sebagai alat dasar dalam melakukan penyelidikan atau kegiatan inkuiri. Pengetahuan asli tersebut meliputi perubahan, interpretasi dan tentatif, sedangkan alat dari penyelidikan yaitu pencarian data, menganalisis konsep dan proses penyelidikan yang rasional.
b. Sikap dan nilai, selain adanya pengetahuan, sikan dan nilai merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dari penyelidikan. Ada beberapa sikap dan nilai yang memiliki peranan penting dalam kegiatan inkuiri ialah skeptis, rasa keingintahuan, perhatian untuk menggunakan alasan, perhatian untuk menguji bukti secara akurat, objektif, kesediaan untuk membatalkan penilaian, dan toleransi terhadap ambiguitas.
c. Proses, inkuiri tidak hanya memerlukan pengetahuan tentang mengetahui, posisi sikap dan nilai dari tahap pembelajaran, tetapi juga berkerja dengan data atau pengalaman dalam keadaan khusus. Proses inkuiri berasal dari sikap, nilai dan pengetahuan yang telah dijelaskan tadi. Dimana proses inkuiri tersebut terdiri dari tahapan menentukan masalah dan tujuan dari kegiatan penyelidikan, membuat hipotesis mengenai jawaban dan solusi masalah, menguji hipotesis, membuat kesimpulan dan menggunakan kesimpulan pada data yang baru.

d) Tahapan Strategi Pembelajaran Inkuiri Sosial
Langkah-langkah penggunaan metode inkuiri sosial (http://pustaka.ut.ac.id) meliputi Tahap orientasi, Tahap penyusunan hipotesis, Tahap definisi, Tahap eksplorasi, Tahap pembuktian hipotesis dan Tahap generalisasi. Sedangkan menurut Woolever & scott (1987:287) ada enam langkah strategi pembelajaran inkuiri sosial yaitu penyajian masalah, membatasi bagian masalah, hipotesis jawaban dan jalan keluarnya, mencari data yang relevan, menganalisis, mengevaluasi dan mensintesis data, menguji hipotesis, membuat kesimpulan, dan memulai inkuiri kembali dengan pertanyaan dan masalah yang baru.
Langkah-langkah strategi pembelajaran inkuiri menurut Wena (2009:82) yaitu :
1. Orientasi
Tahap orientasi merupakan tahap awal dari strategi inkuiri ilmu sosial. Dalam tahap ini guru harus mampu membangun atau mengembangkan rasa peka terhadap masalah-masalah sosial atas objek yang dibahas. Kriteria penting dalam tahap ini adalah semua aspek tersebut harus berpusat dari suatu masalah yang menjadi subjek pembelajaran
2. Pengembangan hipotesis
Pada tahap ini, hipotesis dibangun dengan sejelas mungkin, sebagai konsekuensi dari masalah yang sedang dikaji. Hipotesis yang diajukan dapat dijadikan penuntun pada proses inkuiri selanjutnya, dimana siswa berusaha untuk memverifikasi komponen-komponen masalah yang sedang dipecahkan.
3. Definisi
Dalam tahap ini hipotesis yang diajukan diklarifikasi dan didefinisikan, sehingga semua kelompok siswa dapat memahami dan mengkomunikasikan permasalahn yang dibahas. Untuk tahap pendefinisian sutau konsep/teori yang menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami oleh siswa (Joice&Weil, 1992)
4. Eksplorasi
Dalam tahap ini hipotesis yang diajukan diperluas atau dianalisis, implikasinya, asumsi-asumsinya dan deduksi yang mungkin dilakukan dari hipotesis tersebut. Dalam hal ini dilakukan kajian terhadap kualitas dan kekurangan hipotesis.
5. Pengumpulan bukti dan fakta
Pada tahap ini fakta dan bukti yang dibutuhkan untuk mendukung hipotesis dikumpulkan sesuai dengan karakteristik hipotesis yang diajukan. Dalam tahap ini siswa dibimbing cara-cara mengumpulkan bukti, fakta, data yang berhubungan dengan hipotesis yang diajukan (Joice&Weil, 1992)
6. generalisasi
Tahap terakhir dari strategi ini adalah pengungkapan penyelesaian masalah yang dipecahkan. Dari data-data yang telah dikumpulkan dan dianalisis, siswa didorong untuk mencoba mengembangkan beberapa kesimpulan dan dari berbagai kesimpulan yang telah dibuat, siswa diajar bagaimana pemilihan pemecahan masalah yang paling tepat.
e) Keunggulan Dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri Sosial
Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan oleh karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan walaupun dilain sisi ada beberapa kelemahannya (Sanjaya, 2006), keunggulannya yaitu :
1. Merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui model ini dianggap lebih bermakna
2. Dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka
3. Merupakan model yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman
4. Keuntungan lainnya yaitu dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata artinya siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
Sedangkan kelemahannya meliputi :
1. Sulitnya mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa pada saat menggunakan model pembelajaran ini
2. Sulitnya dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar
3. Memerlukan waktu yang panjang dalam penerapannya sehingga guru sering sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan
Senada dengan Sanjaya, Beyer (1971:160) mengemukakan pendapatnya mengenai kelemahan strategi pembelajaran inkuiri yaitu :
a) Pengaturan waktu
b) Teknik mengajar guru
c) Aturan dari strategi
d) Bahan pelajaran
e) Keikutsertaan siswa
f) Pentingnya variasi dalam pembelajaran
C. IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ialah suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun dalam lingkungan sosialnya. Bahan ajarnya diambil dari berbagai ilmu sosial seperti geografi, sejarah, ekonomi, sosiologi, antropologi, dan tata Negara (Nasution dalam Isjoni, 2007:21). Menurut Somantri (2001:74), pendidikan IPS adalah suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, ideologi Negara dan disiplin ilmu lainnya serta masalah-masalah sosial terkait, yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
NCSS (dalam www.ncss.com) juga menjelaskan istilah sosial studies (pendidikan IPS) sebagai berikut
”…the integrated study of sosial sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, sosial studies provides coordinated, sistematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematic, and natural sciences."

Ini berarti IPS mencakup kajian terpadu ilmu-ilmu sosial (seperti : antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama dan sosiologi) serta diperluas dengan materi humaniora, matematika, dan ilmu-ilmu alam yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologi untuk tujuan pendidikan. Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu-ilmu sosial merupakan satu sumber keilmuan bagi pendidikan. Kerangka pendidikan IPS tidak ditekankan pada bidang teoritis, melainkan lebih pada bidang praktis dalam mengkaji dan mempelajari gejala dan masalah sosial yang berkembang di masyarakat. Pendidikan IPS lebih merupakan pengetahuan praktis yang dapat diajarkan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner dengan menggunakan berbagai keilmuan.

Peranan pendidikan IPS bagi anak dalam mengembangkan berbagai aspek kehidupan masyarakat meliputi :
1. Sosialisasi, membantu anak didik menjadi anggota masyarakat yang berguna dan efektif,
2. Pengambilan keputusan, membantu anak didik mengembangkan keterampilan berpikir (intelektual skill) dan keterampilan akademis,
3. Sikap dan nilai, membantu anak didik menandai, mengembangkan keterampilan, dan menilai diri sendiri dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat sekitarnya,
4. Kewarganegaraan, membantu anak didik menjadi warga Negara yang baik,
5. Pengetahuan, tanggap dan peka terhadap perkembangan pengetahuan dan teknologi, serta dapat mengambil manfaatnya. (Isjoni,2007)
Pendidikan IPS memiliki kaitan yang erat dalam pendidikan kesadaran hukum warga Negara. Dalam hal ini seseorang bisa mengambil masalah-masalah yang berasal dari konsep ilmu sosial, yang kemudian konsep tersebut bisa didekati dari aspek hukum sesuai dengan tujuan pendidikan IPS. Tujuan pendidikan IPS meliputi :
1. Pengetahuan, siswa harus menguasai pengetahuan untuk mampu merefleksi dan mengambil keputusan dan berperan aktif dalam kehidupan masyarakat. Pengetahuan di dalam kurikulum pendidikan IPS diambil dari disiplin ilmu-ilmu sosial, sejarah dan humaniti serta sumber lain jika diperlukan dalam pengambilan keputusan dan menentukan tindakan.
2. Keterampilan, keterampilan sangat penting dalam pendidikan IPS. Keterampilan tersebut meliputi :
a. Thinking skill, penguasaan terhadap keterampilan ini memberikan kemudahan dalam memahami konsep pemaknaan, analisis, generalisasi, mengaplikasikan pengetahuan serta evaluasi
b. Sosial science inquiry skills, penguasan terhadap keterampilan ini memberikan kemudahan untuk memformulasi pertanyaan ilmiah dan hipotesis; hubungan koleksi data dan penggunaan data untuk penguji hipotesis dan mendapatkan generalisasi
c. Academic or study skills, keterampilan ini membantu anak menemukan lokasi, mengorganisir dan mendapatkan informasi dari membaca, mendengar dan observasi, mengkomunikasikan secara lisan maupun tulisan, memahami gambar, peta, grafik dan table, menyusun garis waktu, membuat catatan, membuat peta, serta memahami peta
d. Group skill, keterampilan ini membantu siswa untuk mampu berlaku secara efektif baik sebagai pemimpin maupun pengikut dalam memecahkan masalah, dapat berpartisipasi secara aktif dalam proyek penelitian kelompok, membantu tujuan kelompok, menggunakan kekuatan secara efektif dan memperbaiki situasi kelompok, memberikan kontribusi yang berguna bagi kelompok, komunikasi yang efektif antara anggota kelompok.
3. Nilai dan sikap, warga Negara harus mengembangkan komitmen demokrasi dan nilai-nilai kemanusiaan yang merupakan hak dan martabat manusia dalam urusan membuat keputusan dalam menentukan tindakan.
4. Citizen action, tujuan utama dari pengembangan citizen action bagi anak dalam pembelajaran IPS adalah untuk memberikan pengalaman melalui pengenalan pada diri sendiri, masyarakat, pemantapan kewarganegaraan, serta mampu melayani masyarakat (isjoni, 2007).
Selain itu, Solihatin (2007) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan IPS ialah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
Menurut Somantri (2001) bahwa tujuan Pendidikan IPS pada tingkat sekolah adalah Menekankan tumbuhnya nilai kewarganegaraan, moral, ideologi negara dan agama, kedua menekankan pada isi dan metode berfikir ilmuwan dan yang terakhir menekankan reflective inquiry.
Pola pembelajaran pendidikan IPS menekankan pada unsur pendidikan dan pembekalan pada siswa. Penekanan pembelajarannya bukan sebatas pada upaya mencekoki atau menjejali siswa dengan sejumlah konsep yang bersifat hafalan belaka, melainkan terletak pada upaya agar mereka mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam melakoni kehidupan masyarakat lingkungannya, serta sebagai bekal bagi dirinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Konsep IPS di Indonesia (Solihatin,2007) yaitu meliputi (1) Interaksi, (2) Saling ketergantungan, (3) Kesinambungan dan perubahan, (4) Keragaman/kesamaan/perbedaan, (5) Konflik dan konsensus, (6) Pola, (7) Tempat, (8) Kekuasaan, (9) Nilai kepercayaan, (10) Keadilan dan pemerataan, (11) Kelangkaan, (12) Kekhususan, (13) Budaya dan (14) Nasionalisme.
Manfaat yang didapat setelah mempelajari IPS (http://pustaka.ut.ac.id), antara lain berikut ini
1. Pengalaman langsung apabila guru IPS memanfaatkan lingkungan alam sekitar sebagai sumber belajar.
2. Kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
3. Kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat.
4. Kemampuan mengembangkan pengetahuan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi serta mempersiapkan diri untuk terjun sebagai anggota masyarakat.

D. Implementasi Strategi Pembelajaran Inkuiri Sosial Pada Pembelajaran IPS
Pendekatan sosial perlu dikembangkan mengingat proses-proses sosial akan dialami oleh anak didik sehingga kegiatan belajar mengajar harus membantu anak didik untuk mengembangkan kemampuan hubungan dengan masyarakat dan hubungan antarpribadi. Strategi pembelajaran inkuiri sosial memungkinkan siswa berpikir dan mencari fakta-fakta, informasi, atau data yang mendukung pembuktian hipotesis dalam situasi bebas dan terarah. Peranan guru dalam model pembelajaran ini (Trianto, 2007:136) adalah
a. Motivator, memberi rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berpikir
b. Fasilitator, menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan
c. Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat
d. Administrator, bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan kelas
e. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan
f. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu dan organisasi kelas
g. Rewarder, member penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa
Guna mempersiapkan pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri sosial beberapa cara dapat digunakan untuk membangkitkan episode inkuiri antara lain (Wahab, 2007:99) :
1. Inkuiri didasarkan kepada artefak yaitu benda-benda hasil kepandaian manusia. Misalnya siswa diminta mempelajari makna simbol yang terdapat pada mata uang bangsanya
2. Inkuiri berdasarkan situasi masalah yang diminta pemecahannya. Contohnya perilaku pemecahan masalah
3. Inkuiri berdasarkan isu-isu yang kontroversial atau kejadian sekarang. Misalnya adanya protes dari penduduk sutau wilayah tentang pencemaran limbah industri terhadap sumber air penduduk
4. Inkuiri berdasarkan pada konsep-konsep yang ditemukan dalam pelajaran. Misalnya mempelajari bagaimana kontak dengan budaya lain mempengaruhi cara kehidupan. Misalnya kontak-kontak yang dilakukan oleh suku terasing dengan kelompok masyarakat lain dan pengaruhnya terhadap suku terasing tersebut.
5. Inkuiri yang didasarkan pada potret dan ilustrasi. Gambar dan ilustrasi berfungsi untuk meningkatkan ketelitian terhadap konsep yang dikemukakan dalam buku teks IPS. Untuk itu misalnya guru dapat mengajukan pertanyaan kepada siswa, 1. Apa hubungan antara gambar/ilustrasi tersebut dengan materi yang kita bicarakan?
Sebagai contoh penerapan model inkuiri sosial dalam pembelajaran (Wena, 2009:84):
NO TAHAP PEMBELAJARAN KEGIATAN GURU KEGIATAN SISWA
1 Orientasi Memberikan contoh kasus yang berhubungan dengan pembelajaran Menerima contoh kasus
Merangsang tumbuhnya kepekaan sosial siswa Mempelajari kasus yang dijadikan bahan pembelajaran
Membimbing siswa untuk melakukan analisis permasalahan pada kasus yang sedang dibahas Melakukan analisis terhadap kasus yang dihadapi
Merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait dengan kasus yang dihadapi Melakukan tanya jawab dengan guru
Membimbing siswa untuk mengkaji hubungan antar data dan sejenisnya, yang terkait dengan kasus yang dibahas Mengkaji hubungan antar variabel/data pada contoh kasus yang dihadapi
2 Hipotesis Membantu siswa mengembangkan hipotesis yang berhubungan dengan masalah yang dikaji Mengembangkan hipotesis
Hipotesis yang diajukan oleh siswa kemudian diuji bersama oleh guru dan siswa Melakukan pengujian hipotesis
Membantu siswa untuk melakukan validitas terhadap hipotesis yang diajukan Melakukan validitas hipotesis
Membantu siswa untuk melihat kompatibilitas hipotesis Melihat kompatibilitas hipotesis
Membantu siswa untuk meninjau kesesuaian hipotesis dengan fakta dan bukti yang mendukung atau bukti yang tidak mendukung Melihat/ meninjau ketidaksesuaian hipotesis dengan fakta dan bukti yang mendukung atau bukti yang tidak mendukung
3 Definisi Membimbing siswa untuk mengklarifikasi hipotesis yang diajukan kemudian mendefinisikannya, sehingga semua kelompok siswa dapat memahami dan mengkomunikasikan permasalahan yang dibahas Melakukan klarifikasi hipotesis
Membimbing siswa mendefinisikan hipotesis yang diajukan Mendefinisikan hipotesis
Membimbing siswa untuk merumuskan hipotesis Merumuskan hipotesis
4 Eksplorasi Membantu siswa untuk memperluas atau menganalisa hipotesis yang diajukan Melakukan analisis terhadap hipotesis yang diajukan
Membantu siswa untuk menganalisis implikasi hipotesis yang diajukan Melihat implikasi hipotesis yang diajukan
Membantu siswa untuk menganalisis asumsi-asumsinya dan deduksi yang mungkin dilakukan dari hipotesis tersebut Menganalisis asumsi-asumsi dan melakukan deduksi
Membimbing siswa mengkaji kualitas dan kekurangan hipotesis Menganalisis kualitas dan kekurangan hipotesis
Membimbing siswa untuk menganalisis tingkat validitas logisnya dan konsistensi internal hipotesis yang diajukan Melakukan analisis tingkat validitas logisnya dan konsistensi internal hipotesis yang diajukan
5 Tahap pengumpulan bukti dan fakta Membimbing siswa untuk mengumpulkan fakta dan bukti yang dibutuhkan untuk mendukung hipotesis Melakukan pengumpulan data, fakta, bukti yang mendukung hipotesis
Membimbing siswa cara-cara mengumpulkan bukti, fakta, data yang berhubungan dengan hipotesis yang diajukan Melakukan pengumpulan data, fakta, bukti yang mendukung hipotesis
Mendorong siswa untuk belajar memverifikasi, mengklasifikasikan, mengkategorikan dan mereduksi data Melakukan verifikasi, klasifikasi, kategori dan reduksi data
6 Generalisasi Membantu siswa mengungkapkan penyelesaian masalah yang dipecahkan Mengungkapkan penyelesaian masalah yang dipecahkan
Membimbing siswa untuk mencoba mengembangkan beberapa kesimpulan Mengembangkan beberapa kesimpulan
Membimbing siswa untuk menganalisis masing-masing kesimpulan yang telah dibuat Melakukan analisis atas masing-masing kesimpulan yang telah dibuat
Membimbing siswa untuk memilih pemecahan masalah yang paling tepat Melakukan pemilihan pemecahan masalah yang paling tepat

Ada beberapa kesulitan dalam mengaplikasikan model pembelajaran ini (Sanjaya, 2006) yaitu :
a) Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses berpikir yang bersandarkan kepada dua sayap yang sama pentingnya, yaitu proses belajar dan hasil belajar. Selama ini guru yang sudah terbiasa dengan pola pembelajaran sebagai proses penyampaian informasi yang lebih menekankan kepada hasil belajar, banyak yang merasa keberatan untuk mengubah pola mengajarnya. Guru cenderung bertahan dengan pola pembelajaran konvensional dan sulit untuk menerima pembaruan-pembaruan
b) Sejak lama tertanam dalam budaya belajar siswa bahwa belajar pada dasarnya adalah menerima materi pelajaran dari guru, dengan demikian bagi mereka guru adalah sumber belajar yang utama. Karena budaya belajar semacam itu sudah terbentuk dan menjadi kebiasaan, maka akan sulit mengubah pola belajar mereka dengan menjadikan belajar sebagai proses berpikir. Mereka akan sulit manakala diajak memecahkan suatu persoalan, mereka akan sulit manakala disuruh untuk bertanya. Demikian juga dalam menjawab pertanyaan, mereka akan mengalami kesulitan untuk menjawab setiap pertanyaan, walaupun pertanyaan itu sangat sederhana. Biasanya siswa memerlukan waktu yang cukup lama untuk merumuskan jawaban dari suatu pertanyaan
c) Berhubungan dengan sistem pendidikan kita yang dianggap tidak konsisten. Misalnya, sistem pendidikan menganjurkan bahwa proses pembelajaran sebaiknya menggunakan pola pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir, namun dilain pihak sistem evaluasi yang masih digunakan misalnya sistem UAN berorientasi pada pengembangan aspek kognitif. Tentu saja hal ini bisa menambah kebingungan guru sebagai pelaksana di lapangan, apakah ia akan melaksanakan pola pembelajaran dengan menggunakan inkuiri sebagai strategi pembelajaran yang menekankan pada proses pembelajaran atau akan mengembangkan pola pembelajaran yang diarahkan agar siswa dapat mengerjakan atau menjawab soal-soal hafalan.
Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka model pembelajaran ini akan sulit di implementasikan oleh setiap guru.

BAB III
SIMPULAN

Dewasa ini, tidak dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan masyarakat dan Negara bergantung pada sumbangan kreatif dari masyarakat, untuk itu perlulah sikap dan perilaku yang dipupuk sejak dini kepada para persta didik melalui pembelajaran IPS yang menekankan pada kemampuan berpikir yaitu dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri sosial yang pada akhirnya kelak mampu menghasilkan pengetahuan baru. Strategi pembelajaran inkuiri sosial merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bersumber dari interaksi sosial dimana mengajak siswa untuk berpikir kritis dan kreatif dalam menyelesaikan maslah-masalah sosial. Tetapi keberhasilan suatu pembelajaran disekolah bukan hanya dari strategi pembelajaran yang digunakan saja, melainkan didukung oleh komponen-komponen penting lainnya seperti guru, kurikulum, dan lain-lain. Karena sebagus apapun strategi pembelajaran tidak akan berarti dan berhasil tanpa adanya komponen-komponen pembelajaran yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari. 2008. Guru Profesional (Menguasai Metode dan Terampil Mengajar). Penerbit Alfabeta. Bandung

Banks, James. A. 1990. Teaching Strategies For The Social Studies (Inquiry, Valuing, And Decision Making). Longman. New York and London

Beyer, K. Barry. 1971. Inquiry In The Sosial Studies Classroom (A Strategy For Teaching). Charles E Merrill Publishing Company. Ohio

Gulo, W. 2008. Strategi Belajar-Mengajar. Penerbit Grasindo. Jakarta

Isjoni. 2007. Integrated Learning (Pendekatan Pembelajaran IPS Di Pendidikan Dasar). Penerbit Falah Production. Bandung

Joice, Bruce dan Weil. 2000. Models Of Teaching. A Pearson Education Company. United States Of America

-------------------------------.1992. Models Of Teaching. Englewood Cliffs. Prentice Hall.inc

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi pembelajaran (berorientasi standar proses pendidikan). Kencana Prenada Media. Jakarta

Solihatin, Etin dan Raharjo. 2007. Cooperatif Learning (analisis model pembelajaran IPS). Penerbit Bumi Aksara. Jakarta

Somantri, Numan. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Remaja Rosdakarya. Bandung

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Prestasi Pustaka. Jakarta

Wahab, Abdul Azis. 2007. Metode Dan Model-Model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Penerbit Alfabeta. Bandung

Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Suatu Tinjauan Konseptual Operasional). Penerbit Bumi Aksara. Jakarta

Woolever, Roberta dan Scott. 1988. Active Learning In Social Studies. Scott, Foresman adn Company. Boston London

http://www.ncss.com [online] 1 April 2009

http://www.puskur.net [online] 1 April 2009

http://pardi74.multiply.com [online] 13 April 2009

http://pustaka.ut.ac.id [online] 10 April 2009

Anotasi Bibliografi Cooperative Learning

1. Slavin, Robert. (2008). Cooperative Learning, Teori, Riset Dan Praktik. Bandung:Nusamedia

Robert E. Slavin membagi buku ini menjadi tujuh bab, dimana bab pertama berisi tentang konsep dasar pembelajaran kooperatif, bab kedua tentang penerapan model pembelajaran kooperatif dalam pencapaian prestasi siswa, sedangkan bab ketiga membahas pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap keluaran-keluaran lain yang dihasilkan (non kognitif). Bab keempat dan kelima berisi tentang metode-metode pembelajaran kooperatif yang paling banyak diaplikasikan. Bab keenam membahas metode-metode spesialisasi tugas dan buku ini ditutup dengan pembahasan berbagai metode dan sumber pembelajaran kooperatif lainnya. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang berdasarkan teori motivasi dan teori kognitif, dimana para siswa akan duduk bersama dalam kelompok kecil untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru dan saling mendukung untuk berhasil.

Komentar:

Buku cooperative learning ini menyajikan pemahaman praktis dan jelas mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif dan memberikan informasi mengenai bagaimana cara mengubah pemahaman dan antusiasme ke dalam praktik-praktik yang efektif dalam pembelajaran. Selain itu, buku ini juga menyuguhkan sesuatu yang menarik dari pembelajaran kooperatif yaitu bahwa pembelajaran kooperatif menjadikan dirinya alat stimulasi yang sangat baik dalam pembelajaran dan dapat diaplikasikan untuk semua jenis kelas.

2. Solihatin, Etin (2007). Cooperative Learning, Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara

Buku ini terbagi dalam tiga bagian besar yaitu bagian pertama, membahas apa itu cooperative learning, kemudian di ikuti pembahasan mengenai apa itu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang meliputi materi, media, laboratorium, serta evaluasinya, dan pada bagian terakhir memaparkan bagaimana aplikasi model cooperative learning. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu sikap atau perilaku bersama dalam belajar atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok. Model cooperative learning dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk belajar mandiri, belajar bersama untuk mencapai tujuan bersama, selain itu hasil belajar mahasiswa pada aspek sikap dan keterampilan sosial dapat lebih ditingkatkan.

Komentar:

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dengan model pembelajaran kooperatif memungkinkan mahasiswa terlibat langsung dalam pembelajaran sebagai upaya mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, moral, dan keterampilan sosial. Sehingga mahasiswa mampu berperan serta dalam melakoni kehidupan masyarakat modern yang dinamis dalam rangka menyongsong era globalisasi, yang sampai pada akhirnya dengan pengetahuan sosial (IPS) dapat membentuk warga Negara yang baik.

3. Isjoni (2007). Cooperative Learning, Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta

Buku ini terdiri dari sepuluh bab, dimana bab pertama membahas dasar kontruktivistik dalam cooperative learning, kemudian di ikuti dengan pengertian cooperative learning yang dinyatakan oleh para ahli. Pada bab ketiga, keempat dan kelima dijelaskan mengenai tujuan, teori dasar dan karakteristiknya. Model-model cooperative learning dibahas pada bab keenam, yang diikuti dengan peranan guru dalam cooperative learning serta strategi yang bisa digunakan guru dalam cooperative learning agar kegiatan pembelajaran dapat mencapai hasil yang maksimal. Bab kesembilan pada buku ini menyajikan tes eksperimen cooperative learning yang dilakukan dan ditutup penulis dengan memberikan keyakinan pada pembaca untuk menjadikan cooperative learning sebagai salah satu model pembelajaran di kelas. Cooperative learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.

Komentar:

Buku Cooperative learning karangan Isjoni ini membahas tentang konsep inti dari cooperative learning, siapa yang berperan didalamnya, dan bagaimana strategi menerapkannya. Inti dari konsep cooperative learning ialah menempatkan pengetahuan yang dimiliki siswa merupakan hasil daripada aktivitas yang dilakukannya, bukan pengajaran yang diterima secara pasif.

4. Lie, Anita. (2008). Cooperative Learning, Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta:Grasindo

Buku ini terbagi menjadi sembilan bab, diawali dengan perubahan paradigma dalam pembelajaran kemudian dilanjutkan dengan mengetengahkan transformasi pendidikan dan globalisasi. Bab ketiga membahas nilai-nilai gotong royong dalam budaya Indonesia, sedangkan bab keempat dan kelima menjelaskan keunggulan model pembelajaran kooperatif serta unsur-unsurnya. Tiga bab berikutnya menjabarkan cara praktis dalam melaksanakan metode cooperative learning yaitu pengelolahan kelas, teknik pembelajaran yang bisa dipakai dalam metode cooperative learning dan model penilaiannya. Pada bagian penutup, penulis merekomendasikan model pembelajaran kooperatif karena dengan menggunakan metode ini siswa merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir. Cooperative learning didefinisikan sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur, yaitu memiliki unsur-unsur pokok yang membedakannya dengan belajar kelompok biasa.

Komentar:

Belajar bagaimana belajar perlu diajarkan pada siswa misalnya bagaimana menggali dan memproses informasi dengan kelompok. Buku ini membahas berbagai aspek yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan metode pembelajaran kooperatif mulai dari landasan teoritis sampai dengan penerapannya dalam pembelajaran.

5. Ibrahim. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:University press

Buku berjudul pembelajaran kooperatif ini terdiri dari lima bab, yang diawali dengan tinjauan umum pembelajaran kooperatif, dilanjutkan landasan teori dan empirik dari pembelajaran kooperatif di bab kedua, kemudian pada bab ketiga dan keempat berisi tentang pelaksanaan pembelajaran kooperatif di kelas serta bagaimana lingkungan belajar yang sesuai untuk menerapkan pembelajaran kooperatif serta tugas-tugas menejemennya. Pada bagian akhir buku ini ditutup dengan penjelasan mengenai penilaian dan evaluasi dalam pembelajaran kooperatif. Kerangka teoritis dan empirik yang kuat untuk pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan sosial yang penting sementara itu secara bersama mengembangkan sikap demokratis dan keterampilan berpikir logis.

Komentar:

Untuk mendapatkan hasil belajar yang baik siswa memerlukan suatu model pembelajaran yang dapat membantu mereka menguasai konsep-konsep penting dari suatu mata pelajaran. Dalam buku ini dijelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama siswa dan saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan, dan hadiah atau reward.

6. Stahl and Vansickle. (1992). “Cooperative Learning As Effective Social Study Within The Social Studies Classroom: Introduction And An Invitation”. Cooperative Learning Social Studies Classroom: An Introduction To Social Study (NCSS). (Buletin no 87).1-7.

Berawal dari perubahan paradigma dari kompetisi menjadi kooperatif dalam pembelajaran IPS. Artikel ini membahas tentang konsep kerja cooperative learning sebagai alternatif pendekatan dalam pembelajaran IPS yang meliputi asumsi dasar penggunaan cooperative learning dalam pembelajaran IPS, pengembangan ilmu sosial dalam kelas IPS dengan motto “Getting Better Together”, membangun konsep penting tentang bekerjasama untuk belajar dan kelompok cooperative learning, sampai dengan mendalami cooperative learning dengan mengetahui keunggulannya. Artikel ini ditutup dengan ajakan kepada semua pendidik di bidang IPS untuk mempelajari dan mengaplikasikan cooperative learning dalam pembelajaran. Cooperative learning merupakan salah satu pendekatan, dimana dari teori sampai dengan aplikasinya di ruang kelas dapat membantu siswa menjadi pembelajar yang sukses.

Komentar:

Artikel ini membahas mengenai konsep, filosofi dan aplikasi cooperative learning di dalam kelas IPS, selain itu juga membahas kesalahpahaman yang sering terjadi pada cooperative learning. Penulis juga menyarankan cooperative learning pada bidang sosial dan pendidikan yang merupakan alat dari pendidikan IPS sehingga dapat menjadi satu kendaraan dimana siswa bisa maju secara bersama-sama.

7. VanSickle. (1992). Cooperative Learning, Properly Implemented, Works: Evidence From Research In Classrooms. Cooperative learning social studies classroom: an introduction to social study (NCSS). (Buletin no 87).16-19.

Artikel yang ditulis oleh Ronald VanSikle mengulas literatur-literatur yang membahas efek dari cooperative learning di ruang kelas IPS. Dikatakan bahwa dari eksperimen, teknik cooperative learning menghasilkan peningkatan prestasi akademik yang positif yaitu sebanyak 72% sedangkan hanya 12% yang dihasilkan oleh pembelajaran yang tidak menggunakan cooperative learning. Selain meningkatkan prestasi belajar, penerapan cooperative learning pada pembelajaran IPS juga mengajarkan siswa untuk menjadi aktif, warga Negara yang baik dan memajukan nilai-nilai demokrasi. Cooperative learning bisa mendukung tujuan dari kurikulum IPS yaitu menjadikan warganegara demokratis yang terdiri dari 5 nilai yaitu kesempatan untuk belajar, kesejahteraan pribadi, penghargaan dari kerja kerasnya, tanggung jawab pribadi dan tanggung jawab sosial .

Komentar:

Eksperimen-eksperimen yang dilakukan memperlihatkan bahwa teknik cooperative learning dapat memberikan tujuan kelompok dan penghargaan serta mengajak siswa yang biasa belajar secara individual untuk meningkatkan prestasi belajar yang tinggi dari pada dengan teknik non cooperative learning. Selain itu, cooperative learning menghasilkan tingkah laku siswa yang lebih positif dan berinteraksi serta meningkatkan perilaku positif lainnya. Dimana cooperative learning memiliki pengaruh yang sangat konsisten dengan tujuan dan nilai-nilai pembelajaran IPS.

8. Slavin, Robert. (1992). Cooperative Learning In Social Studies: Balancing The Social Dan The Studies. Cooperative learning social studies classroom: an introduction to social study (NCSS). (Buletin no 87).21-24.

Hasil penelitian mengenai metode cooperative learning yang digunakan di kelas memberikan hasil yang menggembirakan pada hasil belajar. Kemajuan IPS harus meliputi sosial dan pembelajaran. Artikel ini membahas metode cooperative learning yaitu STAD, TGT, Jigsaw, Learning Together, dan GI, kemudian diiringi dengan pemaparan hasil penelitian terhadap kooperatif learning yang meliputi prestasi akademik, hubungan dalam kelompok, kepercayadirian dan prestasi-prestasi lainnya. Pada bagian akhir, artikel ini ditutup dengan pembahasan menyeimbangkan sosial dan pembelajaran pada IPS. Cooperative learning menitikberatkan pada kesuksesan kelompok harus bergantung pada pelaksanaan pembelajaran dari setiap siswa, bukan hanya hasil dari satu kelompok.

Komentar:

Cooperative learning bisa membuat program pembelajaran IPS yang menghasilkan siswa yang aktif bukan pasif, mendalami materi sampai dengan berdebat, menggali, bertanya, mengajarkan, memproses, memberikan pengalaman dari pengetahuan untuk menerima tujuan sosial dan pendidikan sebagai kurikulum secara keseluruhan dari pendidikan IPS.

9. Luce, Eric. (1992). Theory Into Practice: A Cooperative Learning Success Story In Middle Level Classrooms. Cooperative Learning Social Studies Classroom: An Introduction To Social Study (NCSS). (Buletin no 87). 31-36.

Artikel ini berusaha untuk meyakinkan pembaca tentang keunggulan dari cooperative learning dalam kelas IPS di SMP. Dimana diawali dengan memaparkan penelitian-penelitian yang dilakukan para ahli sehingga dapat membantu pembaca mendapatkan keyakinan untuk mencoba pembelajaran kooperatif ini. Selanjutnya menyajikan laporan-laporan penelitian dari ruang kelas dimana laporan tersebut berisikan informasi yang baik pada pembelajaran dengan menggunakan cooperative learning. Dan pada akhir artikel penulis menantang pendidik di bidang IPS untuk mengganti pembelajaran tradisional mereka dengan cooperative learning. Cooperative learning memberikan kebebasan siswa dan guru dalam memperhatikan dan menemukan sesuatu yang alamiah dalam lingkungannya yang relevan dan bermakna untuk dipelajari.

Komentar:

Cooperative learning bukan merupakan resep sukses secara instan, diperlukan kerja keras dan situasi yang serius antara guru dan siswa. Dengan hasil yang bisa kita dapatkan, cooperative learning secara berkesinambungan membantu kita ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan untuk ke pendidikan IPS secara khusus.

10. Mattingly, Robert. (1992). I Know It Works: Seeing A Cooperative Learning Strategy Succeed In My Secondary Classroom. Cooperative Learning Social Studies Classroom: An Introduction To Social Study (NCSS). (Buletin no 87). 38-43.

Robert Mattingly memaparkan kesuksesannya dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif di kelas. Dimana yang diawali dengan sebuah deskripsi singkat tentang keadaan pembelajaran sebelum menggunakan cooperative learning, diikuti dengan adanya pemikiran untuk berubah atau tidak untuk berubah. Setelah itu ia berusaha untuk mencari informasi, yang pada akhirnya membawa ia menemukan sebuah model pembelajaran yaitu cooperative learning dengan teknik Jigsaw. Setelah dilakukan eksperimen dapat disimpulkan bahwa kelas Jigsaw memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan kelas konvensional yaitu sebesar 80%. Selain itu siswa di kelas jigsaw lebih memiliki rasa tanggung jawab dan dapat berhubungan baik dengan teman sekelasnya. Artikel ini ditutup dengan tawaran kepada pada guru untuk menggunakan model cooperative learning untuk hasil belajar yang lebih baik. Cooperative learning tipe jigsaw membuat suasana pembelajaran siswa menjadi lebih inovatif dan bukan lagi sesuatu yang membosankan.

Komentar:

Artikel ini membahas penerapan cooperative learning di kelas IPS. Dengan cooperative learning diharapkan siswa dapat belajar dengan gembira sehingga aktivitas belajar menjadi suatu hal yang menyenangkan bagi siswa.

11. Stahl, Robert. (1992). From “Academic Strangers” To Successful Members Of A Cooperative Learning Group: An Inside-The-Learner Perspective. Cooperative learning social studies classroom: an introduction to social study (NCSS). (Buletin no 87). 8-15.

Robert Stahl memperlihatkan sudut pandang siswa terhadap pembelajaran dikelas dengan memberikan dua skenario yang berbeda. Dimana pada bagian pertama artikel ini, ia menyajikan tiga cara siswa beriteraksi dalam pembelajaran yaitu interaksi individual, interaksi dan interaksi kooperatif. Bagian selanjutnya, ia memaparkan pendapat siswa tentang penerapan kelompok dan aktivitas cooperative learning. Bagian ketiga, Robert menjelaskan mengapa siswa ingin menjadi sukses dalam belajar, yang dilihat dari sudut pandang pembelajar. Penulis juga menjelaskan implikasi cooperative learning pada pendidikan IPS, yang kemudian ditutup dengan kelayakan cooperative learning dalam memberikan jalan kepada siswa untuk mengetahui apa yang mereka butuhkan untuk mencapai keberhasilan dalam belajar.

Komentar:

Satu nilai penting dari artikel ini ialah dapat membantu pendidik IPS mempertimbangkan apa yang dibutuhkan siswa selama menggunakan strategi cooperative learning. Cooperative learning memberikan siswa banyak kesempatan untuk meningkatkan proses informasi yang mereka butuhkan, untuk memperlengkap proses yang mereka butuh untuk dilengkapi dan untuk menggunakan waktu belajar secara produktif.

12. Johnson, and Johnson. (1992). Approaches To Implementing Cooperative Learning In The Social Studies Classroom. Cooperative learning social studies classroom: an introduction to social study (NCSS). (Buletin no 87).44-51.

Sesuai dengan judulnya, artikel ini berisikan tentang penerapan cooperative learning dalam kelas IPS. Berawal dengan adanya perubahan interaksi dalam pembelajaran menjadi interaksi kooperatif. Diikuti dengan penjelasan mengenai definisi pembelajaran kooperatif, teori-teori dasarnya, pendekatan-pendekatan model pembelajaran kooperatif sampai dengan implementasi pembelajaran di dalam kelas IPS. Pembelajaran kooperatif dapat diartikan sebagai petunjuk dalam menggunakan kelompok kecil dimana siswa berkerja sama untuk mengembangkan pengetahuan mereka dan belajar dengan anggota kelompoknya. Pembelajaran kooperatif dilakukan dengan langkah-langkah berikut guru menginformasikan materi kepada siswa, membagi siswa menjadi kelompok kecil, memberi bimbingan kelompok bekerja dan belajar, evaluasi dan memberikan penghargaan.

Komentar:

Dengan cooperative learning, siswa memiliki dua tanggung jawab sekaligus yaitu untuk mempelajari materi pelajaran dan menyakinkan jika semua anggota kelompok sudah memahami materi yang dipelajari tersebut. Cooperative learning dapat diterapkan dengan percaya diri di setiap tingkatan, setiap mata pelajaran dan setiap materi.

13. Johnson, and Johnson. (1992). Elementary Students Can Learn To Cooperate And Cooperate For Learning. Cooperative Learning Social Studies Classroom: An Introduction To Social Study (NCSS). (Buletin no 87). 26-31.

Artikel ini menggambarkan pengalaman penulis dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif pada siswa SD. Dimana didalamnya berisi tentang ketertarikan penulis untuk menggunakan model cooperative learning, konsep-konsep dasar cooperative learning, situasi kelas saat cooperative learning digunakan, membandingkan hasil belajar antara kelas yang menggunakan cooperative learning dengan yang tidak. Artikel ini ditutup dengan kesimpulan terhadap keefektifan model cooperative learning. Filosofi cooperative learning meningkatkan kerjasama dan kolaborasi sehingga semangat siswa bisa disalurkan oleh strategi petunjuk khusus untuk meningkatkan hasil belajar, afektif, dan tujuan interaksi sosial. Cooperative learning dapat digunakan pada mata pelajaran matematika, IPA, bahasa, kesenian dan IPS. Disamping itu penerapannya menghasilkan beberapa keunggulan yaitu siswa tertarik belajar IPS, pengetahuan meningkat, keterampilan sosial dan interpersonal meningkat, dan hubungan sesama teman yang berbeda latar belakangnya semakin membaik.

Komentar:

Penulis memberikan landasan berpikir bahwa tidak ada seseorang yang dapat berhasil tanpa bantu dari orang lain atau tidak ada kelompok tanpa aktivitas dan interaksi dari anggotanya. Cooperative learning merupakan cara dalam mengajar dan belajar, bukan merupakan sesuatu yang harus diajarkan atau aktivitas yang membuat sempurna.

14. McCulloch. (2000). Cooperative Learning In Social Studies Education: What Does Research Say? ERIC. [online]. Tersedia http://www.ericdigests.org/pre-923/cooperative.html. [28 mei 2009]

McCulloch dalam tulisannya ini memaparkan hasil–hasil penelitian dari penerapan cooperative learning di kelas IPS, dan efek dari cooperative learning pada kesadaran multikultural dan hubungan antar etnik, hubungan interpersonal dan perilaku prososial. Di akhir artikel, penulis memaparkan tentang pendekatan-pendekatan dalam cooperative learning yaitu STAD, Jigsaw, dan GI. Cooperative learning mengarahkan siswa untuk bekerja sama dalam meraih tujuan umum dan tujuan yang dibuat sebagai kolaborasi atau menolong teman sesama anggota kelompok.

Komentar:

Cooperative learning tampaknya menjadi metode yang menjanjikan bagi guru IPS untuk merangsang atau menstimulus hasil belajar yang meliputi hasil belajar akademik dan sosio-moral siswa.

15. Mangkoesapoetra, Arief.A. (2005). Implementasi Model Cooperative Learning dalam Pendidikan IPS Tingkat Persekolahan. [Online]. Tersedia: (http://re-searchengines.com/0805arief6.html) [30 Mei 2009]

Bab pertama diawali dengan latar belakang masalah, Bab kedua berisi tentang dasar pemikiran pembelajaran cooperative learning, bab ketiga memaparkan beberapa temuan dalam penelitian dan bab terakhir ialah penutup. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa Model Pembelajaran Cooperative Learning (MPCL) mempunyai efektivitas yang cukup tinggi untuk membelajarkan materi pendidikan IPS. Kemampuan dan kepedulian guru dalam memediasi dan menstabilisasi pengembangan dan pelatihan pengetahuan, sikap, nilai, moral, dan keterampilan-keterampilan sosial siswa, menjadikan pembelajaran pendidikan IPS semakin bermakna dalam dimensi pendidikan dan pembentukan warta negara yang baik secara dini, dan MPCL juga dapat digunakan untuk membelajarkan materi atau pokok bahasan lain selain mata pelajaran IPS.

Komentar:

Iklim pembelajaran yang dikembangkan oleh guru mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan dan kegairahan belajar, demikian pula kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran salah satunya dengan cooperative learning.

16. Syaodih, Erliany. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial. [Online]. Tersedia: (http://educare.e-fkipunla.net/index2.php?option=com_content&do_pdf) [30 Mei 2009]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa belajar dengan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa di jenjang pendidikan dasar terutama di kelas V SD, Penguasaan materi pelajaran lebih meningkat, dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, kegiatan berkelompok lebih efektif jika pengelompokkan dilakukan dengan kegiatan yang kreatif, Penguasaan materi pelajaran meningkat melalui pembelajaran yang mengaktifkan siswa, Siswa lebih cepat menyesuaikan diri dengan kegiatan pembelajaran bila didahului dengan langkah orientasi, wawasan pengetahuan siswa lebih luas melalui penggunaan kegiatan eksplorasi, penguasaan pengetahuan siswa lebih kuat melalui kegiatan pendalaman dan penguatan,dan penyimpulan diakhir pelajaran memperkuat penguasaan siswa dalam materi yang dipelajari.

Komentar:

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model cooperative learning bisa digunakan pada sekolah dasar untuk meningkatkan pendidikan IPS terutama di kelas IV, V, dan VI. Pengembangan model pembelajaran kooperatif dalam bidang IPS yang diarahkan pada peningkatan keterampilan sosial siswa dan dapat meningkatan pembelajaran IPS di kelas V Sekolah Dasar.

17. Johnson, David dan Johnson, Roger.T. (2007). Cooperative Learning and Moral Education”. The Newsletter of cooperative learning Insttitude [Online], Vol 22, (1), halaman.Tersedia: (www.co-operation.org) [25 Mei 2009]

Penulis menjelaskan dampak pembelajaran kooperatif terhadap moral pendidikan, dimana pembelajaran kooperatif dapat: (1) Menciptakan suatu masyarakat moral (2) kemampuan-kemampuan kerjasama (3) Membuat penilaian-penilaian moral (4) Transmisi nilai dan (5) Memberi Pemasukan moral. Pada artikel ini penulis menegaskan bahwa semakin banyak para siswa mengambil bagian di dalam pembelajaran kooperatif mereka semakin percaya bahwa setiap orang yang mencoba akan berhasil di dalam kelas, para siswa sekolah dasar akan menghargai mereka, dan sistim penilaian akan dilakukan dengan adil. Bagaimana nilai moral dalam pendidikan dipelajari dengan bekerja sama untuk mencapai sasaran timbal balik, mengadopsi peran-peran untuk prestasi, peluang untuk berempati dengan yang lain, dapat dipelajari dan tersedia dalam pembelajaran kooperatif jika dibandingkan dengan situasi-situasi yang bersifat perseorangan atau kompetitif.

Komentar:

Jika sekolah ingin memberikan dampak pendidikan moral ke siswa maka siswa harus dilibatkan di dalam hal-hal positif dan memperhatikan hubungan-hubungan mereka dengan teman sekolah, ini merupakan persyaratan dalam model pembelajaran kooperatif.

18. Dumas, Alexandre (2007). Cooperative Learning, Elements of Successful Cooperative Learning. [Online] Tersedia: (http://www.cde.ca.gov/sp/el/er/cooplrng.asp) [25 Mei 2009]

Dalam artikel ini penulis menyatakan bahwa metode pembelajaran kooperatif itu fleksibel dan sesuai juga untuk para siswa dengan kebutuhan khusus, oleh karena itu bagaimanapun juga pembelajaran kooperatif adalah suatu inovasi. Artikel ini juga menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran kooperatif perlu dikhususkan kepada konteks ilmu bahasa dan budaya yang digunakan, dirancang dan diterapkan oleh para guru yang tetap berpegang kepada unsur-unsur kunci pembelajaran kooperatif dan ditujukan kepada keanekaragaman sebagai sumber daya, disamping itu pendekatan kooperatif dapat menciptakan lingkungan yang memungkinkan para siswa untuk berhasil secara akademis dan meningkatkan hubungan antar pribadi mereka.

Komentar:

Penulis ingin menegaskan kepada pembaca bahwa cooperative learning adalah suatu pendekatan di bidang pendidikan untuk membantu para siswa mencapai standar isi dan mengembangkan keterampilan hubungan antar pribadi yang diperlukan untuk berhasil dalam suatu pendidikan multikultural di dunia. Model pembelajaran kooperatif membuat para guru secara efektif bereaksi dengan para siswa yang berbeda dalam prestasi akademis dan pemahaman antar budaya.

19. Kamyab, Shahrzad. (1997). Cooperative Learning: One effective method to turn passive students into active learners in Russian classrooms. [Online]. Tersedia:(Http://www.Prof.Msu.Ru/Publ/Omsk1/4_10.Html) [28 Mei 2009].

Penulis menggunakan metode koperasi STAD (Student Teams-Achievment Divisions) Robert Slavin dan Jigsaw II yang dikembangkan slavin (1990) untuk merubah pola metode mengajar tradisional ke model pengembangan kemampuan belajar siswa di Rusia. Perubahan terjadi dari sistem persekolahan di Rusia terutama pelatihan bagi gurunya, memperbaiki diri sendiri, dan perubahan instruksi di dalam kelas. Perubahan ini merupakan suatu gerak lambat dari suatu pendekatan didaktis ke metode interaktif, dengan kata lain pemberian instruksi di dalam kelas harus berubah dari pendekatan Teacher-centered ke student-centered. Pembelajaran kooperatif menghasilkan peningkatan raksasa didalam hubungan antar pribadi ketika suatu kelompok yang dicampur dalam ras, jenis kelamin, kemampuan, dan strategi yang dikembangkan meningkatkan kerjasama kelompok yang berbeda suku sehingga meningkatkan persahabatan interethnic.

Komentar:

Dengan strategi aktifitas belajar cooperative, para guru dapat membantu siswa untuk meneliti, manyatukan, memecahkan masalah, dan bahkan belajar untuk belajar.

20. Roger, T. dan Johnson, D.W. (2000). Cooperative Learning: Two Heads Learn Better Than One. In Context: A Quarterly of Humane Sustainable Culture. [Online]. Tersedia: (http://www.context.org./ICLIB/IC18/Johnson.html) [25 Mei 2009]

Situasi pembelajaran kooperatif, ditandai dengan tumbuhnya interaksi saling ketergantungan dalam menentukan tujuan, pengupayaan kesepakatan kelompok, saling berbagi tanggung jawab dan saling mendukung, maka penerapan model interaksi belajar kooperatif dapat dilakukan melalui langkah-langkah: pertama memilih pelajaran yang bertolak dari pemecahan masalah, belajar konseptual dan berpikir divergen, kedua memilih ukuran kelompok sesuai dengan karakteristik tugas, ketiga membagi kelompok, (anggota disarankan heterogen), keempat penataan ruang kelas, kelima menyediakan bahan-bahan yang sesuai, keenam menjelaskan tugas, tujuan, dan menyepakati kriteria penilaian kerja kelompok, dan ketujuh memantau kelompok ketika mereka bekerja.

Komentar:

Interaksi siswa antar sesama itu telah ditunjukkan oleh riset bahwa interaksi kooperatif dalam belajar ternyata memiliki kelebihan dalam beberapa hal yaitu pencapaian hasil belajar siswa lebih baik, sikap yang lebih positif terhadap sekolah, mata pelajaran, dan guru, hubungan antar siswa lebih baik, serta siswa lebih efektif secara interpersonal.

21. Sefra, Djuni. (2007). Praktek Cooperative Learning Dalam memotivasi Belajar Mengajar Siswa dan Guru. (Sebuah Studi Di SMA Negeri 5 Bukit Tinggi). [Online]. Tersedia: (http://djunisefra.blogspot.com/2007/12/makalah-kgi-jkt-2007.html) [28 Mei 2009]

Implementasi cooperative learning yang dilaksanakan oleh penulis dan guru-guru di sekolah ini adalah (1) Teknik “Marry go round (2) Teknik Numbered Heads Together ( Spencer Kagan, 1992 ) (3) Teknik Cooperative Script ( Dansereau Cs ) (4) Teknik Student Teams-Achievement Divisions (STAD) oleh Slavin, 1995 dan (5) Jigsaw. Kesimpulan dari penelitian ini adalah cooperative Learning dapat meningkatkan interaksi dalam grup atau kelompok dan meningkatkan kemampuan sosial, karena siswa dalam kelompok saling berbagi, meningkatkan kemampuan untuk mencapai tujuan, meningkatkan kepercayaan diri siswa, yang punya kemampuan lebih bisa menghargai pendapat temannya.

Komentar:

Penerapan Cooperative Learning memperhatikan pemilihan teknik yang disesuaikan dengan kebutuhan materi pelajaran, memilih teknik yang tepat, dan menemukan inovasi-inovasi terkini, diharapkan peserta didik semakin termotivasi dan antusias menerima pelajaran, yang pada akhirnya menuju kepada hal orientasi sasaran dan kesadaran terhadap potensi yang dimiliki.

22. Felder, R.M. dan Brent, Rebecca. (2001). Effective Strategies for Cooperative Learning. North Carolina State University. [Online] Tersedia : (http://www4.ncsu.edu/unity/locker/susers/pdf) [30 Mei 2009]

Ide pokok dari artikel ini yaitu kekeliruan dalam pembelajaran kelompok. Untuk melakukan beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran kooperatif. Pertama mencadangkan waktu reguler setiap minggu untuk bekerja sama dalam kelompok, Jika tidak tersedia anda dapat membentuk commuter-commuter ke dalam kelompok-kelompok lewat “temu” via e-mail, pemberitaan instan atau teleconferencing. Jika dicermati para siswa di dalam kelompok-kelompok ini mungkin tidak mendapat manfaat yang penuh dari pembelajaran kooperatif, tetapi itu lebih baik dibanding tidak ada apa pun. Jika anda hanya mempunyai beberapa siswa dan anda tidak bisa membentuk kelompok-kelompok, anda dapat mengizinkan atau membiarkan mereka untuk bekerja secara individu dan anda menyediakan waktu untuk konsultasi bagi mereka.

Komentar:

Bertahun-tahun yang lalu mereka mengadakan percobaan dengan kerja kelompok dimana siswa hanya diletakkan dalam kelompok-kelompok dan meminta mereka melakukan sesuatu bahkan kebanyakan dari mereka malah menghindar. Akhirnya percobaan-percobaan tersebut berakhir dengan sebuah kekeliruan, hal tersebut membuat mereka berpikir untuk melakukan sesuatu dengan meminta siswa agar bekerja sama secara efektif dengan model yang dinamakan cooperative learning.

23. Maihoff, Shirlee. (2001). Cooperative Learning Is Active Learning. Jurnal of Teaching Techniques. [Online], Vol.65. (4). 6 halaman. Tersedia: http://www.asrt.org/Media/Pdf/ForEducators/4_InstructionalTechniques/4.8CoopLearning.pdf. [1 Mei 2009]

Shirlee dalam artikel ini memaparkan tentang keenam elemen penting dalam pembelajaran kooperatif yaitu formasi kelompok, kesinambungan interaksi dalam kelompok, ketergantungan antar anggota kelompok, kreasi kelompok dalam menghasilkan kesimpulan, kemampuan pribadi dan membangun keterampilan sosial. Selain itu, penulis juga memberikan perbandingan antara model cooperative learning dengan pembelajaran tradisional yang kemudian diikuti oleh penjelasan mengenai peranan guru dalam model cooperative learning yaitu sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Cooperative learning menghendaki siswa menjadi pembelajar yang aktif, dimana mereka dapat merasakan kebebasan untuk mengorganisasikan pikiran mereka dan respon mereka terhadap materi pembelajaran. Cooperative learning pun bisa dipadukan dengan teknologi yang ada sekarang seperti contoh dengan kartu visual, diagram urutan, pertanyaan spesifik dengan jawabannya yang dimuat dalam computer.

Komentar:

Perpaduan antara teknologi dan cooperative learning akan menghasilkan perpaduan yang dinamis. Keduanya sangat menarik, yang bisa didedikasikan untuk pembelajaran yang aktif dan hasil belajar yang baik pula. Dengan adanya kemampuan berpikir kreatif, siswa dapat mencari berbagai alternatif pemecahan masalah dalam kehidupannya.

24. Joslin, Cara. (2002). The Essential Element Of Cooperative Learning In The Classroom. [Online]. Tersedia: http://www.ericdigests.org/elements/cooperative.html. [1 Mei 2009]

Sesuai dengan judulnya, artikel yang ditulis oleh Cara Joslin ini memaparkan elemen-elemen penting dalam pembelajaran kooperatif di kelas. Elemen-elemen penting tersebut meliputi pengaturan secara spesifik hasil belajar siswa secara objektif, semua siswa didalam kelompok memiliki target hasil belajar, adanya petunjuk yang jelas dalam pembelajaran, anggota kelompok yang bervariasi, memiliki kesempatan untuk berhasil, ketergantungan positif antar anggota kelompok, interaksi tatap muka, interaksi sikap dan tingkah laku yang positif, kemudahan mendapatkan informasi dalam pembelajaran, kesempatan untuk mendapatkan petunjuk penyelesaian tugas, keefektifan waktu belajar, kemampuan pribadi, penghargaan untuk kelompok yang berhasil, dan kilas balik aktifitas pembelajaran.

Komentar:

Semua elemen penting tersebut tidak harus digunakan setiap waktu pada saat guru memberikan cooperative learning. Elemen-elemen tersebut merupakan ciri khas dari cooperative learning yang membedakannya dengan pembelajaran kelompok biasa.

25. Davis, B. Gross. (1999). Cooperative Learning: Student Working In Small Groups. Stanford University Newsletter On Teaching. [Online]. Vol 10, (2). 4 halaman. Tersedia: http://ctl.stanford.edu/Newsletter/cooperative.pdf. [28 Mei 2009]

Cooperative learning: student working in small group memaparkan pembelajaran dengan menggunakan kelompok kecil, dimana di awal wacana penulis memaparkan pemberian tugas kelompok yang meningkatkan kegiatan belajar. Bagian kedua dari artikel ini menjelaskan tentang bagaimana guru mengajarkan siswa untuk bekerja di dalam kelompoknya, kemudian diikuti dengan pembentukan dan membimbing kelompok, dimana dalam pembentukan kelompok guru harus memperhatikan keragaman anggota kelompok. Setelah kerja kelompok telah berjalan guru perlu untuk mengevaluasi kelompok belajar tersebut, yang kemudian ditutup oleh penjelasan percobaan untuk belajar dalam kelompok. Untuk keberhasilan model cooperative learning guru harus memperhatikan pembentukan kelompok dan memberi panduan kepada siswa sebagai anggota kelompok.

Komentar:

Kelompok kecil yang digunakan di dalam dan di luar kelas dapat merupakan tambahan yang penting dalam pembelajaran. Membantu siswa memahami konsep dan mengaplikasikannya kepada situasi yang nyata sebagai penerapan yang lengkap dalam pengembangan berpikir kritis.

26. Corso. (2006). Cooperative Learning Versus Group Work. [Online]. Tersedia: http://www.zunal.com/zportfolio/uploads/cooperative_learning_5.doc. [29 Mei 2009]

Bagian pertama dari artikel ini memaparkan pengertian pembelajaran kooperatif, dan dilanjutkan dengan penjelasan mengapa pembelajaran kooperatif dibedakan dengan pembelajaran kelompok biasa. Pada artikel ini juga dibahas mengenai penerapan pembelajaran kooperatif di dalam kelas dan hasil penelitian yang mendukung pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan hubungan antar siswa di dalam kelompok yang memiliki ketergantungan positif, kemamuan individu, keterampilan interpersonal, interaksi tatap muka dan proses dalam kelompok. Berdasarkan hasil penelitian manfaat pembelajaran kooperatif yaitu dapat meningkatkan hasil belajar akademik siswa, hubungan interpersonal, ketepatan dalam mengambil pendapat, kreatifitas, kepercayadirian dan ketergantungan positif.

Komentar:

Artikel ini membahas secara rinci dan mendalam mengenai unsur-unsur pembelajaran kooperatif sampai dengan manfaatnya. Sehingga dapat diketahui dengan jelas mengapa pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran kelompok biasa.

27. Nunung. (2007). Pembelajaran Kooperatif. [Online]. Tersedia: http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/PIP/kooperatif.pdf. [28 Mei 2009]

Pada artikel ini penulis memaparkan secara rinci mengenai pembelajaran kooperatif, mulai dari karakteristiknya, prinsip dasar kooperatif, kompetensi yang dicapai melalui pembelajaran kooperatif, materi yang sesuai disajikan dengan pembelajaran kooperatif sampai dengan prosedur pembelajarannya yang terdiri dari tahap (1) orientasi, (2) kerja kelompok, (3) tes/kuis, (4) penghargaan kelompok, dan (5) evaluasi. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan dengan berpijak kepada beberapa pendekatan yang diasumsikan mampu meningkatkan proses dan hasil belajar mahasiswa. Beberapa pendekatan tersebut diintegrasikan yang terdiri dari belajar aktif, konstruktivistik dan kooperatif.

Komentar:

Model pembelajaran kooperatif tidak terlepas dari kelemahan disamping kekuatan yang ada padanya. Strategi pembelajaran kooperatif memerlukan waktu yang cukup panjang dan fleksibel. Tetapi jika kelemahan tersebut dapat diminimalkan, maka kekuatan model ini akan membuahkan proses dan hasil belajar yang dapat memacu peningkatan potensi mahasiswa secara optimal.

28. Ledlow, Susan. (1999). Cooperatif Learning In Higher Education. Center For Learning And Teaching Excellence. [Online]. Tersedia: http://clte.asu.edu/active/clinhighed.pdf. [25 Mei 2009]

Diawali dengan penjelasan singkat mengenai cooperative learning, penulis memusatkan kajiannya kepada enam bagian yang berbeda dalam pembelajaran kooperatif yang harus diperhatikan. Enam bagian tersebut ialah pengaturan kondisi pembelajaran, formasi kelompok, membangun kelompok, meningkatkan keterampilan kooperatif, disain pembelajaran kooperatif, dan yang terakhir yaitu manajemen kelas. Cooperative learning lebih dari permintaan sederhana siswa untuk membuat kelompok dan bekerja sama dalam menyelesaikan tugasnya.

Komentar:

Keberhasilan pembelajaran kooperatif harus menyeimbangkan beberapa bagian penting dalam pembelajaran kooperatif, bukan hanya memperhatikan materi pelajaran. Mengulas balik bagian tersebut setelah membangun pembelajaran atau aktivitas belajar yang baru membantu guru mendapatkan umpan balik mengenai apa yang sudah berjalan baik atau belum berjalan dengan baik pada gaya mengajar, siswa dan materi pembelajaran.

29. Karlina, Ina. (2006). Pembelajaran Kooperatif Sebagai Salah Satu Strategi Membangun Pengetahuan Siswa. [Online]. Tersedia: http://www.sd-binatalenta.com/images/artikel_ina.pdf. [20 Mei 2009]

Perubahan yang harus dilakukan dalam pembelajaran merupakan latar belakang dalam artikel ini yaitu perubahan dari paradigma teori tabula rasa John Locke, harus mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan dunia pendidikan. Artikel ini terdiri dari tiga bagian, pada bagian pertama berisi mengenai pengeratian pembelajaran kooperatif, bagian kedua menjelaskan karakteristik pembelajran kooperatif, dan bagian terakhir memaparkan teknik-teknik pembelajaran kooperatif antara lain teknik mencari pasangan, bertukar pasangan, kepala bernomor, keliling kelompok, kancing gemerincing dan dua tinggal dua tamu. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori konstruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional.

Komentar:

Artikel ini menjelaskan manfaat pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir dalam membangun pengetahuan, terutama dalam menghasilkan gagasan yang kreatif dan membantu mempermudah menyelesaikan tugas.

30. Jones, et al. (1994). Cooperative Learning: Based On Excerpts From The Expert Educator. [Online]. Tersedia: http://www.neiu.edu/~sdundis/hrd310/cooperative.doc.pdf. [29 Mei 2009]

Diawal artikel penulis memaparkan mengenai pembelajaran kooperatif, yang bukan merupakan sesuatu hal yang baru dalam pendidikan. Kemudian diikuti penjelasan mengenai kekuatan atau tujuan khusus pembelajaran kooperatif, kelemahan atau keterbatasannya, petunjuk untuk mendapatkan manfaat yang maksimum dari pembelajaran kooperatif yaitu dengan memperhatikan elemen-elemen penting dalam pengaplikasiannya dikelas, dan diakhir artikel penulis menjelaskan hal-hal penting yang harus dipikirkan pada saat membentuk kelompok. Cooperative learning bisa digunakan dalam mencapai keberhasilan belajar dengan menggunakan berbagai macam strategi pembelajaran lainnya. Siswa menjadi semangat belajar dengan bekerjasama karena mereka berperan aktif dalam pembelajaran, yang mengubah mereka dari pembelajar yang pasif menjadi pembelajar aktif.

Komentar:

Cooperative learning bukan merupakan cara mudah untuk mengajar, tetapi jika digunakan secara efektif dapat membantu pengajar menjadi pengajar yang baik, memuji dan mendukung pembelajaran satu sama lain, dan membangun kepentingan sosial atau keterampilan kolaborasi yang digunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan.

31. Johson, David. W, Johnson, Roger.T dan Stane, Mary.B. (2000). Cooperative Learning Methods: A Meta Analysis : University of Minnesota [Online]. Tersedia: http://www.co-operation.org/pages/cl-methods.html). [6 Mei 2009]

Pada bagian awal artikel ini, penulis mengulas metode pembelajaran kooperatif yang mempunyai suatu dampak positif pada prestasi siswa jika dibandingkan dengan pelajaran kompetitif, metode belajar bersama-sama (LT) dalam artikel ini diikuti oleh Academic Controversy, Student-Team-Achievement-Divisions (STAD), Teams-Games-Tournaments (TGT), Group Investigation (GI), Teams-Assisted-Individualisasi (TAI), dan Cooperative Integrated Reading dan Composition (CIRC). Pada bagian akhir artikel ini, penulis membahas metode Cooperative Learning sebagai suatu Analisis dengan memberikan kesimpulan penting bahwa pembelajaran kooperatif didasarkan pada teori, disahihkan oleh riset, dan diterapkan ke dalam prosedur-prosedur yang dapat gunakan. Jumlah, kemampuan generalisasi, aplikabilitas riset, dan kompetitif pantas dipertimbangkan untuk menggunakan pembelajaran kooperatif, dan variasi dari metode-metode pembelajaran kooperatif tersedia bagi guru.

Komentar:

Artikel ini membahas sebesar apa riset yang sudah diselenggarakan untuk mengesahkan prosedur-prosedur spesifik pembelajaran kooperatif, seberapa efektif metode pembelajaran kooperatif dan riset yang sudah diselenggarakan di dalam memaksimalkan prestasi, dan apakah karakteristik dari metode pembelajaran kooperatif semakin efektif.

32. Fatirul, Ahmad. Noor. (2008). Cooperative Learning. [Online]. Tersedia: http://trimanjuniarso.files.wordpress.com/2008/02/c00perative-learning.pdf. [6 Mei 2009]

Ada tiga pilihan model yang bisa diterapkan dalam pembelajaran yaitu kompetisi, individual dan pembelajaran kooperatif, dalam pendahuluan penulis memaparkan tentang ketiga model tersebut. Selanjutnya diikuti dengan pembahasan mengenai konsep dasar pembelajaran kooperatif yaitu pengertian, unsur-unsur pembelajaran, petunjuk dan langkah-langkah pembelajaran, sampai dengan pengelolaan kelas dalam pembelajaran kooperatif yang meliputi pengelompokan, semangat cooperative learning dan penataan ruang kelas. Pada bagian selanjutnya, artikel ini membahas teknik-teknik pembelajaran kooperatif, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian atau evaluasi pembelajaran kooperatif. Cooperative learning mengacu pada kelompok kecil yang melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri dari empat siswa yang mempunyai kemampuan berbeda.

Komentar:

Penerapan pembelajaran kooperatif dapat melatih siswa bagaimana bekerjasama dengan baik, dalam hal menjadi pendengar yang baik, memberi penjelasan yang baik, dan cara mengajukan pertanyaan dengan benar.

33. Peterson, Reece, Miller, Courtney. (2004). Cooperative Learning. [Online]. Tersedia: http://www.indiana.edu/~safeschl/cooperative_learning.pdf. [6 Mei 2009]

Artikel singkat yang berjudul cooperative learning ini, diawali dengan pemaparan secara singkat munculnya pembelajaran kooperatif yang mendapatkan perhatian di dunia pendidikan. Bagian selanjutnya membahas apa itu pembelajaran kooperatif, yang dilihat dari sudut pandang para ahli-ahli pendidikan. Dan membahas mengenai apa yang kita ketahui tentang pembelajaran kooperatif meliputi konsep-konsep dasar dari pembelajaran kooperatif. Selain memiliki pengaruh positif pada hasil belajar akademik, penerapan pembelajaran kooperatif juga membawa pengaruh yang baik terhadap nilai dan tingkah laku siswa seperti sikap percaya diri, penerimaan social dan lain-lain. Selain itu pembelajaran kooperatif bisa digunakan sebagai kendaraan untuk membimbing dan membentuk sikap siswa.

Komentar:

Strategi pembelajaran kooperatif tampaknya memiliki janji positif yang berpengaruh terhadap siswa dengan kemampuan atau tanpa kemampuan, sebagai umpan balik dari peningkatan hasil belajar akademik dan kemajuan sikap dan tingkah laku sosial.

34. Fetch, Dr.Mac’s. (2003). Competitive VS Cooperative Learning Formats. [Online]. Tersedia: http://maxweber.hunter.cuny.edu/pub/eres/EDSPC715_MCINTYRE/CoopLearning.html [25 Mei 2009]

Artikel ini membahas tentang efektifitas model pembelajaran kompetitif dengan model pembelajaran kooperatif yang dilakukan oleh guru terhadap siswa dalam proses pembelajaran. Isu yang dikemukakan adalah pembelajaran kompetitif mengandung unsur tidak ada interaksi antar murid, tidak dapat dipertanggungjawabkan ke orang lain, bertanggung jawab hanya untuk diri, pengelompokan homogen, satu siswa bertindak sebagai pemimpin dan keterampilan sosial terabaikan. Sementara pembelajaran kooperatif memiliki interaksi aktif dengan orang lain, dapat dipertanggungjawabkan ke orang lain, bertanggung jawab kepada kelompok, penggolongan siswa secara heterogen, adanya ketergantungan positif dan mengajar ketrampilan sosial secara langsung. Salah satu dasar pemikiran tulisan ini adalah penggolongan anak-anak di kelas dimana masing-masing anak mempunyai beberapa kekuatan tertentu dalam mengerjakan tugas yang ditugaskan kepada kelompok. Pembelajaran kooperatif membuat siswa memiliki peranan masing-masing di dalam pembelajaran sesuai dengan kemampuannya.

Komentar:

Penegasan untuk menerapkan pembelajaran kooperatif secara total adalah sebuah tawaran meskipun itu bukanlah suatu tugas sederhana. Pembelajaran kooperatif harus digunakan kalau kita ingin para siswa belajar lebih baik di sekolah, seperti sikap suka satu sama lain dalam belajar dan belajar keterampilan sosial secara lebih efektif.

SIMPULAN

Dari anotated bibliography tentang model cooperative learning dalam pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Cooperative learning merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan teori motivasi dan teori kognitif

2. Cooperative learning ialah suatu sikap atau perilaku bersama dalam belajar diantara siswa dengan struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari empat sampai enam orang dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan setiap anggota kelompok itu sendiri

3. Unsur-unsur cooperative learning yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok

4. Langkah-langkah model Cooperative learning ialah guru menginformasikan materi kepada siswa, membagi siswa menjadi kelompok kecil, memberi bimbingan kelompok bekerja dan belajar, evaluasi dan memberikan penghargaan

5. Bentuk-bentuk model cooperative learning yaitu STAD, CIRC, TGT, Jigsaw,dan Group Investigation

6. Model cooperative learning terdiri dari beberapa pendekatan yang diintegrasikan yaitu belajar aktif, konstruktivistik dan kooperatif

7. Keunggulan dari model cooperative learning ialah meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar mandiri, mengembangkan sikap demokratis dan keterampilan berpikir logis, suasana pembelajaran siswa menjadi lebih inovatif, meningkatkan hasil belajar akademik siswa, hubungan interpersonal, ketepatan dalam mengambil pendapat, kreatifitas, kepercayadirian dan ketergantungan positif

8. Cooperative learning dapat digunakan berbagai tingkat kelas dan pada mata pelajaran IPA, bahasa, matematika, kesenian dan khususnya IPS yang tujuan kurikulumnya dapat didukung oleh model cooperative learning

9. Cooperative learning dapat dikombinasikan dengan teknik pembelajaran lainnya untuk mendapatkan hasil terbaik.